Bismillah.
Assalamualaykum goweser semua. Lama juga saya absen menulis. Ya, sejak keluar kandang terakhir Mei 2015 lalu menanjak dan ngagorolong ke Kadudago-Kamasan, Anyer, praktis saya gowes di Serang saja. Maklum, tugas di Tanah Pilih Pusaka Betuah selama tiga tahun ini membuat jatah waktu gowes-ku harus benar-benar diatur. Gowes merupakan keinginan tetapi berkumpul dengan keluarga merupakan kebutuhan. Jadi tahu, kan mana yang harus diprioritaskan.


Kami memulai dari basecamp Om Didit di Taman Puri menyusun sepeda ke atas mobil pick up sampai dengan pukul 00, dan siap berangkat. Mudah-mudahan ke arah timur ibukota lalu lintas tidak macet, apalagi mau liburan panjang sampai dengan hari Seninnya nanti. Tapi alhamdulillah, lalu-lintas boleh dikata lancar. Di perjalanan, mata terpejam tetapi otak tidak sepenuhnya berisitirahat karena kursi mobil tidak ergonomis, membuat pegal-pegal. Omdo sampai tengkleng tuh lehernya. Belum sopirnya merokok terus sepanjang jalan dengan alasan biar enggak ngantuk. Ini menjadi pelajaran buat kami ke depan agar dapat menyiapkan kendaraan yang lebih nyaman supaya para goweser bisa beristirahat dengan tenang, eh maksudnya dengan nyaman. Tak apa kita iuran agak mahal sedikit tetapi semua puas. Masukan nih buat EO Darman Slank yang semangatnya mah 100%, tapi kualitasnya 80%, wkwkwk. EO uo uo..... Mbuh ya, Man. Akhirnya, sekitar pukul 04.30 kami mendarat di masjid Agung Cimahi saat suara adzan subuh di telinga. Kami pun segera menunaikan sholat. Kata Kang Ola mah, goweser juga pengen masuk surga.
Sehabis sholat, rombongan meluruskan punggung di karpet barisan belakang. Cep Roni yang ribut membangunkan kami semua. Bukan apa-apa, karena sarung dia dipakai Omdo tiduran, jadi dia enggak kebagian sarung, buat tiduran. Perlu diketahui bahwa sarung adalah salah satu alat vital pada waktu kita ingin tiduran dalam udara yang dingin. Marbot masjid sampai bingung, ini rombongan dari mana koq pada tiduran. Pas dijawab dari Serang-Banten, oh pantesan. Pantesan tiduran maksudnya, kan habis perjalanan jauh.
Singkat cerita, sehabis sarapan bubur yang mudah-mudahan nendang sampai jadwal makan siang nanti, di depan masjid tadi, kami bersiap menuju tempat start ke Kp. Cipada, dengan dikawal oleh marshall asyik Kang Haris dan Kang Apoey. Melalui Jalan Kol. Masturi (?) ke arah SPN Cisarua, yang konturnya tanjakan semua. Saya jadi ingat Abah Yopie melewati jalur tanjakan ini. Maklum Abah mah konsisten dengan mottonya “tanjakan yes turunan no”. Satu lagi, kayaknya Om Andri kalau lewat sini pasti akan merasa waas dan terkenang-kenang selalu, maklum dia dulu sekolahnya di sini, zaman muda dulu.
Jalur selanjutnya, masuk jalan kecil di samping dan belakang SPN, setelah itu blank alias poek, enggak hapal lagi ke arah mana. Yang jelas, kami menyusuri jalanan sempit, meliuk-liuk, naik-turun, sampai akhirnya tiba di Kp. Cipada, titik start. Satu-dua tikungan sebelumnya terasa ngeri karena cukup tajam walau belum masuk kategori hairpin, jurangnya curam, tidak ada pagar, tidak ada rambu lalu-lintas, tidak ada penerangan sepertinya kalau malam, kalau tidak hapal jalan, wassalam. Harus hati-hati berkendara ya.
![]() |
SXC2 to Burata Trail Bike Track |
Burata!!!
![]() |
Kebun Pangheotan |
Pukul 8.15, kami tiba di Desa Cipada (1218 m dpl) yang sejuk. Desa ini terletak di sisi barat Gunung Burangrang (2050 m dpl) dan berada di Kecamatan Cikalong Wetan-Kabupaten Bandung Barat. Di sini kami mempersiapkan sepeda dan perbekalan logistik karena sepertinya akan jarang warung di depan.
Bagi saya, gowes di ketinggian dan kesejukan seperti ini merupakan sesuatu yang jarang dilakukan. Maklum, saya biasa main di Serang-Banten saja yang berada dekat dengan pantai dengan ketinggian rata-rata hanya 100-200 m dpl, dengan cuaca yang hangat cenderung panas. Di Banten, tempat tertinggi yang pernah saya datangi sepertinya baru Kp. Kaduengang di Pandeglang (824 m dpl), tepat di pertengahan jalur menuju puncak Gunung Karang. Itu pun jalur yang dilalui berupa jalanan aspal dan makadam, bukan single track. Ingat, kan waktu Kang Ola, Abah Yopieastroz, dan Darman Slank merazia pasangan yang sedang bermesraan di Kp. Juhut?
Pukul 9 kami mulai gowes menuju hutan pinus. Ternyata, menuju ke sana yang jaraknya hanya sekitar 700 m, kami sudah harus mendaki ke ketinggian 1300 m dpl. Perasaan dengkul saya belum panas, jadinya hah-heh-hoh weh. Kami langsung melewati sebagian single track dan makadam, serta disuguhi vegetasi yang khas di ketinggian ini yaitu kebun sayuran dan hutan pinus. Setelah santiaji dan doa di gerbang hutan pinus yang dipimpin oleh Om Didit, perjalanan dilanjutkan dengan Cep Roni sebagai pembuka jalan dan Kang Haris sebagai sweeper. Kondisi jalur saat itu lembab dan cenderung basah. Di beberapa bagian, karena berada di lereng gunung, kami harus melewati jalur yang sempit dengan sisi sebelah kiri jurang. Ngeri juga kalau sampai jatuh. Bahaya buat pengidap acrophobia alias takut pada ketinggian. Kalau terpaksa harus menuntun sepeda, harus hati-hati karena tidak memungkinkan kita menuntun sepeda sepenuhnya berdampingan karena sempitnya jalur. Salah satu tip, kalau mau jatuh, ke sebelah kanan ya!! Secara umum, jalur mengular dan naik-turun menyusuri tebing ini sangat mengasyikan. Omdo tuh yang curiga, masa jalurnya begini semua, kan ngeri. Belum tahu dia, bagaimana jalur di depan.

![]() |
2D Darman & Dodo |
![]() |
Gaya andalan Kang Ola & Haji Noer |
Menjelang jam 11, tiba kami di Kp. Cileuleuy (1011 m dpl). Demikian nama kampung ini seperti disebutkan bapak pemilik warung yang kami singgahi. Menemukan sebuah warung seperti menemukan oase di tengah gurun. Udara sudah mulai menyengat walau tidak sepanas di Serang. Jarak baru menunjukkan 1/8 perjalanan sepertinya, padahal jalur yang kami lalui sudah luar biasa mengasyikan. Kata Kang Darman Slank mah, "Mantap!" Beberapa rombongan lain yang datang belakangan ternyata ikut rehat di warung ini.
![]() |
Gaya euy |
![]() |
Setelah Es Cingcau |
Selain bertemu dengan komunitas sepeda lain, kami juga bertemu dengan komunitas motor trail. Saya sampai ngeri karena beberapa oknum pemotor nekad ngebut di jalan makadam, padahal selain banyak pesepeda, di situ banyak juga anak-anak yang baru bubaran sekolah. Suara deru motor yang meraung-raung bagi saya terasa bising, apalagi terbiasa bersepeda dengan tingkat kebisingan nol desibel. Saya yang mau menyeberang, harus minggir dulu keluar jalur. Menurut saya, marilah kita sama-sama menghargai satu sama lain, apalagi kita sesama pehobi kegiatan alam luar.
Tujuan selanjutnya adalah makan siang di rest area dekat Masjid Baabussalam, Panglejar di dekat kantor administratur kebun Panglejar yang berada di Jalan Raya Cikampek-Padalarang. Jam menunjukkan waktu pukul 13, waktu yang sangat ideal untuk santap siang dengan menu khas sunda, termasuk lalapan dan sambal tentunya. Hanya sayang, pas saya jadwal saya makan, semur jengkinya sudah habis. Wah, pelanggaran nih. Makan tanpa semur jengki ibarat makan tanpa semur jengki.
![]() |
Inggis gara-gara teu kabagian semur jengki wkwkwk |
Selanjutnya kami keluar-masuk perkampungan yang saya tidak hapal namanya. Yang saya ingat, kami melewati Stasiun Kereta Api Cikadongdong (408 m dpl) yang setelah saya cek Google maps, terletak di Desa Puteran, Cikalong Wetan, Bandung Barat. Dan, tidak jauh dari situ ke arah utara, terdapat Jembatan Cisomang, jembatan kereta api terdalam di Asia Tenggara, dengan ketinggian dari lembah sekitar 100m. Kalau Anda menggunakan kereta api dari Jakarta ke Bandung, nanti lewat situ, tapi jangan loncat di jembatan ya, bahaya.
![]() |
Jumanji. Koq gak pada digowes, Om? |
Akhirnya, sekitar ¼ jam sebelum pukul 16, kami berhasil finish di Cirata (151 m dpl), tepatnya di sebelah timur waduk. Karena harus melewati sebuah sungai kecil, sekalian saja kami mencuci sepeda-sepeda kami yang berlepotan lumpur. Karena tidak ada spons, kami gunakan plastik-plastik yang terbawa arus sungai sebagai spons. Terima kasih buat para pembuang sampah plastik ke sungai. Ironi, ya. Setelah naik ke atas, baru sadar kalau di sekitar sungai ada rambu dilarang berenang. Mungkin untuk mengantisipasi kemungkinan permukaan sungai tiba-tiba naik. Wah, ngeri juga ya kalau kejadian. Setelah membereskan diri dan sepeda, sebelum maghrib akhirnya kami kembali ke Serang dengan perasaan puas dan ingin meremedial jalur Burata. Alhamdulillah. Terima kasih buat marshall-marshall asyik, Kang Jaep, Kang Haris, Kang Apoey, Kang Boy, dll. Juga terima kasih buat seksi sibuk Darman Slank, serta Om Didit dan Om Cep. Mudah-mudahan kita bertemu lagi dalam waktu dan gelombang yang berbeda tapi acara yang sama, yaitu gosik alias gowes asyik. Wassalam.
Mudah-mudahan awal Maret bisa ke Aquilla, Cianjur ya, insya Allah.
Secara statistik, jalur Burata bisa digambarkan sebagai berikut:
Ketinggian maksimum 1320 m dpl di hutan pinus Kp. Cipada, minimum 151 m dpl di waduk Cirata
Total Ascent 203 m, Descent 1257 m
Jarak tempuh 30,2 km
Durasi 6 jam:56 menit, termasuk foto-foto dan ishoma.
![]() |
Vertical profile of Burata Track |
![]() |
Peta Jalur Burata |
9 comments:
Mantap om, kalau boleh dishare gpx nya. Thanks ya om..
Mantap om, kalau boleh dishare gpx nya. Thanks ya om..
juozzz om, iya file gpx nya blh tuh
Kapan kapan lewat jalur burata mampir dulu ke rumah saya, rumah saya di daerah cisomang, terlewati sama temen temen jika lewat jalur burata, nanti saya suguhi nasi liwet dan ikan asin, jengkol sambal tentu nya, hhe kebetulan saya senang gowes juga hhhe
Kapan kapan lewat jalur burata mampir dulu ke rumah saya, rumah saya di daerah cisomang, terlewati sama temen temen jika lewat jalur burata, nanti saya suguhi nasi liwet dan ikan asin, jengkol sambal tentu nya, hhe kebetulan saya senang gowes juga hhhe
Terima kasih om Zakky Purwana
Insya Allah jika kami kesono lagi.
Om, punya nomor marshalnya yang bisa kami hubungi? Terima kasih
Nanya ..... Ada penginapan?
Start awal....
Post a Comment